Jumat, 05 April 2013

SAKSI YANG MERINGANKAN DAN YANG MEMBERATKAN



SAKSI YANG MERINGANKAN DAN SAKSI KORBAN

Dalam menerapkan negara hukum, maka antara negara dan rakyatnya mempunyai hak dan kewajiban. Salah satu bentuk kewajiban seorang warga negara yang baik dalam hukum acara pidana guna mematuhi peraturan hukum adalah menjadi seorang saksi dalam pengadilan yang bertujuan mewujudkan sebuah kebenaran dan negara wajib untuk melindunginya. Seorang saksi adalah seorang warga negara yang karena keadaan terpaksa harus berurusan dalam perkara pidana di pengadilan, guna membantu penegakan keadilan.

Menurut Pasal 1 butir 26 KUHAP :
Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan , penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.

Selanjutnya Pasal 1 butir 27 KUHAP mengatur sebagai berikut:
“Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan pengetahuannya itu”.

Pengertian saksi menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 Pasal 1 ayat (1) yaitu :

“Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri”


Pada umumnya alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam perkara pidana. Boleh dikatakan, tidak ada suatu perkara pidana yang lepas dari pembuktian alat bukti keterangan saksi. Hampir semua pembuktian perkara pidana, selalu didasarkan kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya di samping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih tetap selalu diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

Saksi yang diajukan dalam sidang pengadilan ada empat jenis yaitu saksi yang diajukan oleh tersangka atau seorang terdakwa, yang diharapkan dapat memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya itu di dalam bahasa Perancis juga disebut Saksi A De Charge dan saksi yang diajukan oleh penuntut umum disebut Saksi A Charge yaitu Saksi yang keterangannya memberatkan terdakwa, dan saksi De Auditu yaitu saksi yang bukan menyaksikan dan mengalami sendiri tapi hanya mendengar dari orang lain. Akan tetapi saksi de auditu ini banyak kalangan yang menolak, termasuk SM. Amin.

 Adapula saksi yang tidak memberatkan dan tidak meringankan terdakwa. Kehadiran saksi ini biasanya atas permintaan hakim dan jaksa penuntut umum kepada seorang ahli untuk mengungkap kebenaran sesuai dengan bidang ilmunya masing-masing. Saksi ini tidak memihak kepada siapapun karena tugasnya hanya memberi keterangan sesuai dengan profesi yang menjadi bidang tugasnya, saksi golongan ini disebut saksi ahli.

A.    SAKSI YANG MERINGANKAN

Pada kesempatan kali ini kita akan membahas lebih banyak terkait dengan saksi yang meringankan atau yang juga disebut dengan saksi A De Charge. Menurut Pasal 116 ayat (3) KUHAP :

“Dalam pemeriksaan Kepada tersangka ditanyakan apakah tersangka menghendaki saksi yang meringankan atau disebut dengan saksi A De Charge dan bilamana ada maka hal itu dicatat dalam berita acara.”

Menurut pasal (Pasal 65 KUHAP);

“Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya”


Yang dimaksud dengan tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Dalam pasal tersebut tersangka berhak mengusulkan saksi. Hal ini dilakukan dengan alasan karena tersangka berhak melakukan pembelaan pada dakwaan yang dituduhkan kepadanya dengan mengajukan seorang saksi, dan karena pada umumnya para saksi itu memberatkan tersangka. Dan bilamana ada saksi A De Charge ini, maka penyidik harus memeriksanya dicatat dalam berita acara dengan memanggil dan memeriksa saksi tersebut.
Permintaan mendatangkan saksi yang menguntungkan itu, menurut M. Yahya Harahap, haruslah dilakukan dengan pertimbangan yang wajar, bukan dengan maksud untuk memperlambat jalannya pemeriksaan, atau dilakukan dengan iktikad buruk untuk mempermainmainkan pemeriksaan.Oleh karena itu, para penyidik harus benar-benar selektif untuk memilih untuk memeriksa saksi-saksi yang berbobot sesuai dengan patokan landasan hukum yang ditentukan, yang dianggap memenuhi syarat keterangan saksi yang yustisial.

B.     SAKSI KORBAN/ SAKSI YANG MEMBERATKAN

Menurut sifat dan eksistensinya keterangan saksi a charge adalah keterangan seorang saksi dengan memberatkan terdakwa dan terdapat dalam berkas perkara serta lazim diajukan oleh jaksa/penuntut umum.
Diatur dalam pasal 160 ayat (1) KUHAP :

a.      Saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengar pendapat penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum;
b.      Yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi;
c.       Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selamã berIangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusán, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.

Saksi A Charge/ saksi yang memberatkan dalam hal ini termasuk saksi korban merupakan salah satu alat bukti yang utama di dalam pembuktian peradilan pidana. Dalam proses pemeriksaan perkara tindak pidana alat bukti yang pertama kali di periksa adalah saksi A Charge. Mengingat peranan dan Fungsinya yang sangat penting maka pemerintah menjamin hak dan kewajiban seorang saksi A Charge dan memberikan perlindungan yang sebagaimana telah di atur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.


Dalam hal saksi yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum diajtuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.



Syarat yang harus dipenuhi agar keterangan saksi A Charge dapat dikatakan sah adalah :
1. Syarat formil :
a.       Seorang saksi harus mengucapkan sumpah dan janji baik sebelum maupun setelah memberikan keterangan (Pasal 160 ayat (3) dan (4) KUHAP)
b.      Seorang saksi telah mencapai usia dewasa yang telah mencapai usia 15 tahun atau lebih atau sedah menikah. Sedangakan orang yang belum mencapai usia 15 tahun atau belum menikah dapat memberikan keterangan tanpa disumpah dan di anggap sebagai keterangan biasa (pasal 171 butir a KUHAP).

2. Syarat materil
a.       Melihat, mendengar, atau mengalami sendiri suatu peristiwa pidana (pasal 1 butir 26 atau 27 KUHAP).
b.      Seorang saksi harus dapat menyebutkan alasan dari kesaksiannya itu (pasal 1 butir 27 KUHAP).
c.       Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa/ asas ini terkenal dengan sebutan unus testis nullus tertis (pasal 185 ayat (2) KUHAP)


Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, 2008, hal 265
Yahya Harahap: Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jakarta: Sinar Grafika, Edisi Kedua, 2001, hal. 138).
Lilik Mulyadi, 2007. Hukum Acara Pidana: Normatif, Teoritis, Praktik, dan Permasalahannya. Bandung: Alumni. Hal 83
Andi Hamzah. 1990. Pengantar Hukum Acara Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hlm.162.

1 komentar:

Saktian mengatakan...

tulisannya bagus mas bisa membuka wawasan, makasih sudah membagi ilmu