Jumat, 05 April 2013

NILAI PENTING SEBUAH KONSTITUSIONALISME UNTUK HIDUP BERBANGSA DAN BERNEGARA




Oleh Rendy Ivaniar,SH


Terwujudnya suatu Negara yang adil dan makmur adalah cita-cita luhur setiap bangsa yang diperoleh dari tegaknya nilai konstitusionalisme dalam suatu Negara tersebut. Konstitusionalisme adalah sesuatu yang merupakan sebuah komponen integral dari pemerintahan yang demokratik, oleh karena itu Negara yang demokratis haruslah menerapkan dan menjalankan konstitusionalisme dalam jiwa bangsanya sehingga pemerintahan yang demoratis dapat terwujud. Hal yang senada diungkapkan oleh Andrew Heywood yang mengatakan bahwa suatu Negara menganut paham konstitusionalisme jika seluruh lembaga Negara dan proses perpolitikan dalam sebuah Negara dibatasi oleh konstitusi. Kita ketahui bersama fungsi dari konstitusi adalah mengatur dan mengawasi wewenang penguasa, menjamin hak asasi rakyat, dan mengatur jalannya suatu pemerintahan. Suatu bangsa yang akan terus berkembang, bahkan pada zaman modern seperti ini konstitusi juga menjadi alat untuk mengkonsolidasikan kedudukan hukum dan politik guna meraih cita-cita. Sama dengan yang dikemukakan William G. Andrews, yang mengatakan bahwa terdapat tiga consensus pilar-pilar untuk menjamin tegaknya suatu konstitusionalisme di sebuah berdirinya Negara modern,  secara utuh pilar-pilar konstitusionalisme menurut Andrews meliputi: (1) The general goals of society or general acceptance of the same philosophy of government yaitu kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama; (2) The basis of government yaitu kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan negara; (3) The form of institutions and procedures yaitu kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan. 
Secara gari besar, pengertian dari konstitusi, konstitusional dan konstitusionalisme inti dari pemaknaannya sama, akan tetapi penggunaannya saja yang berbeda. Pendapat demikian muncul karena memang belum ada kesepakatan dan banyaknya pengertian yang muncul dari para ahli. Secara etimologis, padanan seluruh istilah tersebut berasal dari bahasa Latin, yaitu constituo atau constitutum, yang memiliki multi makna tergantung dari sudut mana kita memandangnya. Akan tetapi jika merujuk pada kamus besar bahasa Indonesia, konstitusionalisme merupakan suatu paham mengenai pembatasan kekuasaan, dan jaminan hak-hak rakyat melalui konstitusi. Menurut Abdulkadir, konstitusionalisme mempunyai dua arti yakni konstitusionalisme dalam arti static dan konstitusionalisme dalam arti dinamik. Konstitusionalisme dalam arti static lebih condong kepada sifatnya yang normatif akan tetapi tetap sebagai konsep dalam keadaan diam yang diinginkan untuk terwujud yang merupakan sebuah penjelmaan dari suatu kontrak social berdasar ex ante pactum atau perjanjian yang ada sebelumnya. Sedangkan konstitusionalisme dalam arti dinamik adalah konstitusionalisme yang bersifat partikal, hubungan interaksi antar komponen, dan tidak hanya sekedar bersifat yuridis normatif.
            Suatu konstitusionalisme itu timbul tidak hanya dipandang secara yuridis saja melainkan juga dalam arti sosiologis dan filosofis. Konstitusionalisme itu lah yang melahirkan suatu konstitusi menyesuaikan dengan keadaan bangsa dan zamannya. Tentu saja pada zaman yunani, roma, abad pertengahan, dan abad modern mempunyai cerita yang berbeda akan lahirnya suatu konstitusi karena dipengaruhi oleh konstitusionalisme yang berbeda akibat perbedaan ruang dan waktu. Pada zaman abad pertengahan misalnya, arah gerak konstitusionalismenya mengalami pergeseran kearah feodalisme yang disana para tuan tanah lah yang berkuasa.Keadaan itulah yang melahirkan suatu keyakinan jika setiap orang harus mengabdi pada salah satu tuan tanah dan raja yang terdapat disana yang semestinya mendapat tempat untuk memegang kekuasaan tertinggi sedikit demi sedikit kehilangan kekuasaan. 
Berbeda halnya dengan yang terjadi pada negara-negara eropa continental, disana raja memperoleh kekuasaan tertinggi yang menyebabkan semakin berkembangnya absolutisme. Itu terjadi hamper diseluuh Negara-negara besar seperti Prancis, Rusia dan Austria yang melahirkan sebuah hadiah ucapan dari Louis XIV dari Perancis beupa L’Etat C’Est moi. Akan tetapi itu tidak berlangsung lama karena pada tahun 1789 terjadi revolusi besar-besaran di Prancis karena terlalu absolutismenya kerajaan Perancis. Itu semua ditandai dengan banyaknya ancaman terhadap keamanan Negara seperti munculnya keresahan di masyarakat, hingga tidak berjalan lancarnya pemerintahan karena perlawanan dan desakan dari rakyat. Revolusi itu membuahkan hasil dan pada tahun 1791 konstitusi pertama di eropa lahir kemudian diterima oleh Louis XVI. Setelah peristiwa tersebut hamper diseluruh belahan dunia juga melahirkan konstitusi melihat pentingnya suatu konstitusialisme berupa adanya pengaturan dan pengawasan wewenang penguasa, menjamin hak asasi rakyat, dan mengatur jalannya suatu pemerintahan. 
Oleh karena itulah pada setiap Negara yang berdasarkan hukum dapat dipastikan Negara tersebut memiliki konstitusi. Pada Negara hukum, materi muatan dari hukumnya sendiri dituangkan dan diakui dalam kesepakatan bersama dalam bentuk tertentu terlepas dari bentuk written constitutions (tertulis) maupun unwritten constitution (tidak tertulis) yang ditempatkan dalam struktur tertinggi yang berupa konstitusi. Dalam sistem ketatanegaraan kita yaitu Negara Indonesia, beberapa nilai inti dari demokrasi konstitusional tidaklah dapat disangkal lagi, dimana berlaku dalam Undang-Undang Dasar hasil amandemen hal ini terdapat dalam pasal 1 ayat 3 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum dan menggunakan sistem konstitusional dimana pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi, dan tidak bersifat absolut.

            Menurut hemat penulis, jika melihat pemaparan yang telah ada dari perjalanan sejarah dan pendapat para ahli, konstitusi dapat lahir mendahului suatu Negara dan dapat pula didahului terlebih dahulu oleh terbentuknya Negara. Di era modern saat ini, sama dengan yang dipaparkan oleh Prof. Mukhtie Fadjar penulis berpendapat konstitusi saat ini dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu konstitusi dalam arti luas, menengah dan sempit. Dalam arti luas berarti adalah segala peraturan yang mengatur kelembagaan dan tatanan kenegaraan suatu negara baik dalam tingkatan staat fundamental norm ataupun sekedar undang-undang biasa, dalam arti menengah konstitusi diartikan sebagai staat fundamental norm baik itu berbentuk written constitutions maupun unwritten constitution yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan diakui bersama dalam praktek penyelenggaraan negara. Sedangkan dalam arti sempit konstitusi hanya dalam ruang lingkup groundwet atau disebut juga undang-undang dasar tertulis.
            Didalam hukum Indonesia, istilah konstitusi seing sekali disebut dengan grondwet atau hokum dasar atau undang-undang dasar. Itu karena para ahli dan ilmuwan Indonesia banyak dipengaruhi pemikiran para ahli yang menempuh pendidikan di Belanda. Disamping itu masih ada hukum belanda yang diberlakukan di Indonesia, berdasar aturan perihan UUD 1945 menyatakan “Segala badan Negara dan peraturan yang masih berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar itu.” Dengan demikian bahwa Indonesia menyamakan konstitusi dengan Grondwet yang berarti hukum dasar.

            Carl Smith mengemukakan bahwa konstitusi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu : (1) Konstitusi dalam arti absolut/ Absoluter Ferfasung Begriff; (2) Konstitusi dalam arti relative/ Relatifer Ferfasung Begriff; (3) Konstitusi dalam arti positif/ Der Positive Ferfasung Begriff; Indonesia yang merupakan Negara penjunjung konstitusionalisme juga memahami pengertian konstitusi dalam arti positif. Menurut Schmitt Konstitusi dalam arti positif mengandung suatu pengertian jika konstitusi itu merupakan sebuah keputusan politik tertinggi yang berhubungan dengan kesepakatan bersama untuk membentuk suatu Negara dan membentuk Undang-Undang Dasar. Oleh karena itu untuk menyelidiki hokum dasar suatu negara, tidak cukup hanya menyelidiki yang tampak saja dalam hal ini pasal-pasalnya. Akan tetapi harus meyelidiki juga sebagaimana praktiknya dan suasana kebatinannya seperti yang tertulis dalam penjelasan UUD 1945 bagian umum. Dengan demikian itulah yang terpenting dalam memahami suatu konstitusi adalah menyerap semangat dan pemahaman nilai konstitusi oleh para penyelenggara Negara. 
            Dari pemaparan diatas dapat kita simpulkan bahwa hakikat suatu konstitusi sangatlah penting karena didalamnya kita dapat melihat hasil perjuangan-perjuangan para founding father dimasa lampau, merupakan tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan sebuah bangsa, pandangan-pandangan tokoh pejuang kemerdekaan bangsa, dan suatu cita-cita hokum yang menjadi panduan untuk hidup berbangsa dan bernegara. Oleh karena konstitusi merupakan piagam yang menyatakan cita-cita bangsa dan Negara dan menjadi dasar organisasi ketatanegaraan di suatu bangsa, juga menjadi blueprint tentag kesepakatan nasional seluruh rakyat sehingga penulis menyebut konstitusi sebagai suatu frame work of the nation.










 


DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Besar, Perubahan UUD 1945 Tanpa Paradigma (amandemen bukan,
                     konstitusi baru setengah hati), (Jakarta: Pusat Studi Pancasila, 2002
Andrew Heywood, 2002, Politics, New York: Palgrave.
Dahlan Thaib dkk, 2011, teori dan hokum konstitusi. Jakarta, Raja Grafindo
Hardjono SH.MH, 2009, legitimasi Perubahan Konstitusi, Yogyakarta
Prof. Muhtie Fadjar, 2010, konstitusionalisme demokrasi, In Trans, Malang
Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan
                       Kebudayaan

2 komentar:

Aryni Ayu mengatakan...

bagus tulisannya, mungkin lebih dikhusukan lagi. trims infonya :)

- mengatakan...

benar, bagus tulisannya. terimakasih karenanya uas saya terbantu. lanjutkan agar berfaedah bagi sesama :)