Oleh Rendy Ivaniar,SH
Terwujudnya suatu Negara yang adil dan makmur adalah
cita-cita luhur setiap bangsa yang diperoleh dari tegaknya nilai
konstitusionalisme dalam suatu Negara tersebut. Konstitusionalisme adalah sesuatu
yang merupakan sebuah komponen integral dari pemerintahan yang demokratik, oleh
karena itu Negara yang demokratis haruslah menerapkan dan menjalankan
konstitusionalisme dalam jiwa bangsanya sehingga pemerintahan yang demoratis
dapat terwujud. Hal yang senada diungkapkan oleh Andrew Heywood yang mengatakan bahwa suatu
Negara menganut paham konstitusionalisme jika seluruh lembaga Negara dan proses
perpolitikan dalam sebuah Negara dibatasi oleh konstitusi. Kita
ketahui bersama fungsi dari konstitusi adalah mengatur dan mengawasi wewenang
penguasa, menjamin hak asasi rakyat, dan mengatur jalannya suatu pemerintahan. Suatu bangsa yang akan terus berkembang, bahkan pada
zaman modern seperti ini konstitusi juga menjadi alat untuk mengkonsolidasikan
kedudukan hukum dan politik guna meraih cita-cita. Sama dengan yang dikemukakan William G. Andrews, yang mengatakan bahwa terdapat
tiga consensus pilar-pilar untuk menjamin tegaknya suatu konstitusionalisme di
sebuah berdirinya Negara modern, secara
utuh pilar-pilar konstitusionalisme menurut Andrews meliputi: (1)
The general goals of society or general acceptance of the same
philosophy of government yaitu kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita
bersama; (2) The basis of government yaitu kesepakatan tentang the rule
of law sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan negara; (3) The
form of institutions and procedures yaitu kesepakatan tentang bentuk
institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan.
Secara gari besar, pengertian dari konstitusi,
konstitusional dan konstitusionalisme inti dari pemaknaannya sama, akan tetapi
penggunaannya saja yang berbeda.
Pendapat demikian muncul karena memang belum ada kesepakatan dan banyaknya
pengertian yang muncul dari para ahli. Secara etimologis, padanan seluruh
istilah tersebut berasal dari bahasa Latin, yaitu constituo atau constitutum,
yang memiliki multi makna tergantung dari sudut mana kita memandangnya. Akan
tetapi jika merujuk pada kamus besar bahasa Indonesia, konstitusionalisme
merupakan suatu paham mengenai pembatasan kekuasaan, dan jaminan hak-hak rakyat
melalui konstitusi. Menurut Abdulkadir, konstitusionalisme mempunyai dua arti
yakni konstitusionalisme dalam arti static dan konstitusionalisme dalam arti
dinamik.
Konstitusionalisme dalam arti static lebih condong kepada sifatnya yang normatif
akan tetapi tetap sebagai konsep dalam keadaan diam yang diinginkan untuk
terwujud yang merupakan sebuah penjelmaan dari suatu kontrak social berdasar ex ante pactum atau perjanjian yang ada
sebelumnya. Sedangkan konstitusionalisme dalam arti dinamik adalah
konstitusionalisme yang bersifat partikal, hubungan interaksi antar komponen,
dan tidak hanya sekedar bersifat yuridis normatif.
Suatu konstitusionalisme
itu timbul tidak hanya dipandang secara yuridis saja melainkan juga dalam arti
sosiologis dan filosofis. Konstitusionalisme itu lah yang melahirkan suatu
konstitusi menyesuaikan dengan keadaan bangsa dan zamannya. Tentu saja pada
zaman yunani, roma, abad pertengahan, dan abad modern mempunyai cerita yang
berbeda akan lahirnya suatu konstitusi karena dipengaruhi oleh
konstitusionalisme yang berbeda akibat perbedaan ruang dan waktu. Pada zaman
abad pertengahan misalnya, arah gerak konstitusionalismenya mengalami
pergeseran kearah feodalisme yang disana para tuan tanah lah yang berkuasa.Keadaan itulah yang melahirkan suatu keyakinan jika setiap orang harus mengabdi
pada salah satu tuan tanah dan raja yang terdapat disana yang semestinya
mendapat tempat untuk memegang kekuasaan tertinggi sedikit demi sedikit
kehilangan kekuasaan.
Berbeda halnya dengan yang terjadi pada negara-negara
eropa continental, disana raja memperoleh kekuasaan tertinggi yang menyebabkan
semakin berkembangnya absolutisme. Itu terjadi hamper diseluuh Negara-negara
besar seperti Prancis, Rusia dan Austria yang melahirkan sebuah hadiah ucapan
dari Louis XIV dari Perancis beupa L’Etat
C’Est moi. Akan tetapi itu tidak berlangsung lama karena pada tahun 1789 terjadi revolusi
besar-besaran di Prancis karena terlalu absolutismenya kerajaan Perancis. Itu
semua ditandai dengan banyaknya ancaman terhadap keamanan Negara seperti
munculnya keresahan di masyarakat, hingga tidak berjalan lancarnya pemerintahan
karena perlawanan dan desakan dari rakyat. Revolusi itu membuahkan hasil dan
pada tahun 1791 konstitusi pertama di eropa lahir kemudian diterima oleh Louis
XVI. Setelah peristiwa tersebut hamper diseluruh belahan dunia juga melahirkan
konstitusi melihat pentingnya suatu konstitusialisme berupa adanya pengaturan
dan pengawasan wewenang penguasa, menjamin hak asasi rakyat, dan mengatur
jalannya suatu pemerintahan.
Oleh karena itulah pada setiap Negara yang berdasarkan hukum
dapat dipastikan Negara tersebut memiliki konstitusi. Pada Negara hukum, materi
muatan dari hukumnya sendiri dituangkan dan diakui dalam kesepakatan bersama dalam
bentuk tertentu terlepas dari bentuk written
constitutions (tertulis) maupun unwritten
constitution (tidak tertulis) yang ditempatkan dalam struktur tertinggi
yang berupa konstitusi. Dalam sistem ketatanegaraan kita yaitu Negara
Indonesia, beberapa nilai inti dari demokrasi konstitusional tidaklah dapat
disangkal lagi, dimana berlaku dalam Undang-Undang Dasar hasil amandemen hal
ini terdapat dalam pasal 1 ayat 3 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara
hukum dan menggunakan sistem konstitusional dimana pemerintahan berdasarkan
atas sistem konstitusi, dan tidak bersifat absolut.
Menurut hemat penulis,
jika melihat pemaparan yang telah ada dari perjalanan sejarah dan pendapat para
ahli, konstitusi dapat lahir mendahului suatu Negara dan dapat pula didahului
terlebih dahulu oleh terbentuknya Negara. Di era modern saat ini, sama dengan
yang dipaparkan oleh Prof. Mukhtie Fadjar penulis berpendapat konstitusi saat
ini dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu konstitusi dalam arti luas, menengah
dan sempit. Dalam arti luas berarti adalah segala peraturan yang mengatur kelembagaan dan
tatanan kenegaraan suatu negara baik dalam tingkatan staat fundamental norm ataupun sekedar undang-undang biasa, dalam
arti menengah konstitusi diartikan sebagai staat fundamental norm baik itu
berbentuk written constitutions
maupun unwritten constitution yaitu
aturan-aturan dasar yang timbul dan diakui bersama dalam praktek
penyelenggaraan negara. Sedangkan
dalam arti sempit konstitusi hanya dalam ruang lingkup groundwet atau disebut juga undang-undang dasar tertulis.
Didalam hukum Indonesia,
istilah konstitusi seing sekali disebut dengan grondwet atau hokum dasar atau
undang-undang dasar. Itu karena para ahli dan ilmuwan Indonesia banyak
dipengaruhi pemikiran para ahli yang menempuh pendidikan di Belanda. Disamping
itu masih ada hukum belanda yang diberlakukan di Indonesia, berdasar aturan
perihan UUD 1945 menyatakan “Segala badan Negara dan peraturan yang masih
berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar itu.” Dengan demikian bahwa Indonesia
menyamakan konstitusi dengan Grondwet yang berarti hukum dasar.
Carl Smith mengemukakan
bahwa konstitusi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu : (1) Konstitusi
dalam arti absolut/ Absoluter Ferfasung
Begriff; (2) Konstitusi dalam arti relative/ Relatifer Ferfasung Begriff; (3) Konstitusi dalam arti positif/ Der Positive Ferfasung Begriff;
Indonesia yang merupakan Negara penjunjung konstitusionalisme juga memahami
pengertian konstitusi dalam arti positif. Menurut Schmitt Konstitusi dalam arti
positif mengandung suatu pengertian jika konstitusi itu merupakan sebuah keputusan
politik tertinggi yang berhubungan dengan kesepakatan bersama untuk membentuk
suatu Negara dan membentuk Undang-Undang Dasar. Oleh karena itu untuk
menyelidiki hokum dasar suatu negara, tidak cukup hanya menyelidiki yang tampak
saja dalam hal ini pasal-pasalnya. Akan tetapi harus meyelidiki juga
sebagaimana praktiknya dan suasana kebatinannya seperti yang tertulis dalam
penjelasan UUD 1945 bagian umum. Dengan demikian itulah yang terpenting dalam
memahami suatu konstitusi adalah menyerap semangat dan pemahaman nilai
konstitusi oleh para penyelenggara Negara.
Dari
pemaparan diatas dapat kita simpulkan bahwa hakikat suatu konstitusi sangatlah
penting karena didalamnya kita dapat melihat hasil perjuangan-perjuangan para founding father dimasa lampau, merupakan
tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan sebuah bangsa,
pandangan-pandangan tokoh pejuang kemerdekaan bangsa, dan suatu cita-cita hokum
yang menjadi panduan untuk hidup berbangsa dan bernegara. Oleh karena
konstitusi merupakan piagam yang menyatakan cita-cita bangsa dan Negara dan
menjadi dasar organisasi ketatanegaraan di suatu bangsa, juga menjadi blueprint tentag kesepakatan nasional
seluruh rakyat sehingga penulis menyebut konstitusi sebagai suatu frame work of the nation.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdulkadir
Besar, Perubahan UUD 1945 Tanpa Paradigma (amandemen bukan,
konstitusi baru setengah hati), (Jakarta: Pusat Studi Pancasila, 2002
Andrew
Heywood, 2002, Politics, New York: Palgrave.
Dahlan Thaib dkk, 2011, teori dan hokum konstitusi. Jakarta, Raja Grafindo
Hardjono SH.MH, 2009,
legitimasi Perubahan Konstitusi, Yogyakarta
Prof.
Muhtie Fadjar, 2010, konstitusionalisme
demokrasi, In Trans, Malang
Tim Penyusun Kamus, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
2 komentar:
bagus tulisannya, mungkin lebih dikhusukan lagi. trims infonya :)
benar, bagus tulisannya. terimakasih karenanya uas saya terbantu. lanjutkan agar berfaedah bagi sesama :)
Posting Komentar